A. Perilaku Konsumen
1. Pengertian Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen ialah perilaku yang ditunjukkan konsumen dalam memilih serta memutuskan beberapa alternatif produk barang atau jasa untuk selanjutnya dibeli serta dimiliki. Perilaku konsumen meliputi keputusan konsumen mengenai apa yang dibeli, jadi membeli atau tidak, kapan membeli, dimana membeli serta bagaimana cara membeli, cara mendapatkan barang serta cara membayarnya (cash atau kredit).
Konsumen disini dibagi menjadi dua yaitu konsumen individu serta konsumen organisasi. Konsumen individu ialah membeli produk barang atau jasa untuk digunakan sendiri, digunakan anggota keluarga lain/seluruh anggota sesertagkan konsumen organisasi meliputi organisasi bisnis, yayasan, lembaga sosial, kantor pemerintahan serta lembaga lainnya di mana mereka harus membeli produk barang atau jasa untuk menjalankan seluruh kegiatan organisasinya.1
Menurut Schiffman serta Kanuk (2000) dalam bukunya Ristiayanti Prasetijo yang berjudul perilaku konsumen, perilaku konsumen merupakan proses yang dilalui oleh seseorang dalam menggali, membeli, menggunakan mengevaluasi serta bertindak pasca konsumsi produk, jasa maupun ide yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhannya.2
Sesertagkan Engel, Blackwell, serta Miniard (1995) dalam buku perilaku konsumen milik Sertaang Sunyoto, mendefinisikan perilaku konsumen sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengonsumsi,
1 Ujang Sumarwan, Perilaku Konsumen, Ghalia Indonesia, Cet. 1, Edisi Kedua, Bogor, 2011, hlm. 5
2 Ristiayanti Prasetijo
& John J.O.I Ihalauw, Perilaku Konsumen, ANDI, Yogyakarta, 2004,
hlm. 9
9
serta menghabiskan produk serta jasa termasuk proses keputusan yang mendahului serta menyusuli tindakan ini.3
Dalam buku manajemen pemasaran milik Sofjan Assauri, perilaku konsumen merupakan tindakan seseorang atau individu yang langsung menyangkut pencapaian serta penggunaan produk (barang atau jasa) termasuk proses keputusan yang mendahului serta menentukan tindakan tersebut. Teori perilaku konsumen dalam pembelian atas dasar pertimbangan ekonomi, menyatakan bahwa keputusan seseorang untuk melaksanakan pembelian merupakan hasil perhitungan ekonomis rasional yang sadar, sehingga mereka akan memilih produk yang dapat memberikan kegunaan yang paling besar, sesuai dengan selera serta biaya secara relatif.4
Selain itu, pendapat pakar lain yaitu David L. Loudon serta
Albert J. Della Bitta (1984) dalam buku Sertaang Sunyoto, mengemukakan bahwa “Consumer behavior
may be difined as decision
process and physical
activity individuals angage in when evaluating, acquiring, using or disposing of goods and service.” (Perilaku
konsumen dapat didefinisikan sebagai
proses pengambilan keputusan serta aktivitas individu secara fisik yang melibatkan dalam mengevaluasi, memperoleh, menggunakan atau dapat mempergunakan
barang-barang serta jasa).5
Dari beberapa definisi di atas, maka dapat peneliti simpulkan bahwa perilaku konsumen ialah semua tindakan yang dilakukan oleh konsumen baik konsumen individu maupun organisasi mulai dari proses menggali, memilih, mendapatkan, mengkonsumsi, menghabiskan serta mengevaluasi produk barang atau jasa yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhannya.
3Sertaang Sunyoto,
Perikau Konsumen (Panduan Riset Sederhana Untuk Mengenali Konsumen), CAPS, Cet. 1, Yogyakarta, 2013, hlm. 3
4 Sofjan Assauri,
Manajemen Pemasaran, Rajawali Pers,
Jakarta, 2011, hlm. 134
5 Sertaang Sunyoto,
Op. Cit, hlm. 4
Gambar Proses Perilaku Konsumen6
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen
Berikut ini beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen.
Diantaranya:
a.
Faktor budaya
Pengertian
budaya sangat luas serta kompleks, berikut ini dikemukakan beberapa
unsur budaya yang dapat mempengaruhi perilaku konsumen
dalam pembelian suatu produk. Unsur-unsur tersebut terdiri dari:
Pertama, Budaya:
merupakan penentu keinginan
serta perilaku yang paling
mendasar. Kedua, Sub-budaya:
masing-masing budaya terdiri dari sub
budaya yang lebih kecil yang memberikan lebih banyak ciri-ciri serta sosialisasi khusus bagi anggotanya. Sub
budaya terdiri dari kebangsaan, agama, kelompok
ras, daerah geografis, serta lain-lain. Ketiga, Kelas sosial: kelas sosial terdiri
dari anggota masing-masing kelas sosial cenderung
berperilaku lebih mirip satu sama lain, anggota
kelas lain dipansertag lebih tinggi atau lebih
rendah dari kelas sosial sendiri, kelas sosial seseorang
ditandai oleh sejumlah
variabel seperti pendidikan, pekerjaan serta penghasilan. Pada akhirnya kelas sosial tersebut
akan mempengaruhi daya beli serta
minat anggota kelas tersebut terhadap suatu produk.9
Budaya mengacu pada seperangkat nilai, gagasan, artefak, serta simbol yang bermakna lainnya yang membantu
individu berkomunikasi, membuat tafsiran
serta melakukan evaluasi
sebagai anggota masayarakat.10
6 Ristiayanti
Prasetijo & John J.O.I Ihalauw,
Op. Cit, hlm. 10
7 Muhammad, Ekonomi Mikro (Dalam Perspektif Islam), BPFE, Yogyakarta, 2005, hlm. 162
9 Ekawati Rahayu Ningsih,
Op. Cit, hlm. 85
10 James F. Engel,
et. al, Perilaku Konsumen, Jilid. 1, Binarupa
Aksara, Jakarta, 1994,
hlm. 69
b.
Faktor sosial
Faktor sosial yang mempengaruhi perilaku konsumen terdiri dari:11
1) Kelompok
acuan: seseorang yang terdiri dari semua kelompok yang memiliki pengaruh langsung (tatap muka) atau tidak langsung
terhadap sikap atau perilaku seseorang.
2) Keluarga:
anggota keluarga merupakan kelompok acuan primer yang paling berpengaruh. Kita dapat membedakan antara dua keluarga
dalam kehidupan pembeli yaitu
keluarga orientasi, terdiri dari orang tua serta saudara kandung seseorang.
3)
Peran serta status: setiap
orang pasti berpartisipasi ke dalam banyak kelompok sepanjang
hidupnya, apakakah di dalam keluarga,
klub, organisasi, serta lain-lain. Kedudukan seseorang dalam kelompok tersebut dapat ditentukan berdasarkan
peran serta status. Peran meliputi kegiatan
yang diharapkan akan dilakukan oleh seseorang. Serta masing- masing
peran tersebut akan menghasilkan status.
11 Philip Kotler, Manajemen Pemasaran, Jilid 1, PT. INDEKS, Jakarta,
2004, hlm. 187-200
c. Faktor pribadi
Keputusan konsumen juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi, yaitu meliputi:
1) Usia serta tahap siklus hidup: usia
sangat mempengaruhi kebutuhan
seseorang akan jenis makanan, pakaian, perlengkapan hidup, serta lain- lain. Konsumsi
juga dibentuk oleh siklus hidup keluarga.
2)
Pekerjaan serta lingkungan ekonomi
3) Gaya hidup:
pola hidup seseorang diekspresikan dalam aktivitas, minat serta opininya. Gaya hidup menggambarkan
keseluruhan diri seseorang yang berinteraksi dengan lingkungannya.
4) Kepribadian serta konsep diri: kepribadian merupakan
karakteristik psikologis seseorang
yang berbeda dengan orang lain yang menyebabkan tanggapan yang relatif
konsisten serta bertahan
lama terhadap lingkungannya.
d. Faktor psikologis
1)
Motivasi: dorongan yang meyebabkan seseorang
melakukan tindakan.
2) Persepsi: proses yang digunakan
oleh seseorang untuk memilih, mengorganisasi serta menginterpretasi masukan-masukan informasi guna menciptakan gambaran dunia yang memiliki
arti.
3) Pembelajaran:
meliputi perubahan perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman.
4) Keyakinan serta
sikap: keyakinan merupakan gambaran pemikiran yang dianut seseorang tentang suatu hal. Sesertagkan sikap ialah
evaluasi, perasaan emosional serta
kecenderungan tindakan yang menguntungkan atau
tidak menguntungkan serta bertahan lama dari seseorang terhadap suatu obyek
atau gagasan.
3. Teori-teori Perilaku Konsumen
Menurut Basu Swastha serta T. Hani Handoko (1987) dalam buku Sertaang Sunyoto, teori-teori yang berkaitan dengan perilaku konsumen dapat dibedakan menjadi empat bagian, yaitu:12
a.
Teori Ekonomi Mikro
Menurut teori tersebut keputusan untuk membeli merupakan hasil perhitungan ekonomis rasional yang sadar. Pembeli individual berusaha menggunakan barang-barang yang akan memberikan kegunaan (kepuasan) paling banyak, sesuai dengan selera serta harga-harga relatif.
b. Teori Psikologis
Teori psikologis ini mendasarkan diri pada faktor-faktor psikologis individu yang selalu dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan lingkungan.
c. Teori Sosiologis
Teori ini lebih menitikberatkan pada hubungan serta pengaruh antara individu-individu yang dikaitkan dengan perilaku mereka. Jadi, lebih mengutamakan perilaku kelompok bukannya perilaku individu.
d.
Teori Antropologis
Teori ini menekankan pada perilaku pembeli dari suatu kelompok masyarakat, antara lain kebudayaan (culture), subculture, serta kelas-kelas sosial karena faktor-faktor tersebut memainkan peranan penting dalam pembentukan sikap serta merupakan petunjuk mengenai nilai-nilai yang akan dianut oleh seorang konsumen.13
B. PERILAKU KONSUMEN MUSLIM
Dalam Islam, perilaku seorang konsumen harus mencerminkan hubungan dirinya dengan Allah. Inilah hal yang tidak didapati dalam perilaku konsumen konvensional. Segala sesuatunya baik dalam kehidupan sehari-hari tidak terkecuali dalam melakukan proses pembelian terhadap produk harus sesuai dengan nilai-nilai syariah Islam. Dengan demikian, seorang konsumen
12 Sertaang Sunyoto,
Op. Cit, hlm.
8
13 Ibid, hlm. 9-10
muslim lebih memilih barang yang tidak haram supaya hidupnya selamat, baik di dunia maupun akhirat karena semata-mata untuk mencapai ridho Allah.
Pendekatan studi kepribadian konsumen muslim sangat tepat dengan pembelajaran akhlaq. Dengan menggunakan pendekatan pembelajaran akhlaq, mereka bukan berarti menjauhkan konsumen dari hal-hal yang bersifat duniawi seperti zuhud.
Untuk menjadi qanaah, seorang konsumen muslim harus mengenal dirinya serta Tuhan. Tahap-tahap yang harus ia lakukan ialah amar ma’ruf nahi munkar, selalu menambah keimanan serta selalu berkontemplasi melalui fakir serta dzikirnya.14
Manusia yang qana’ah bukan berarti selamanya mengorbankan diri sehingga nasib dirinya sendiri diabaikan. Oleh karena menurut konfigurasi di atas, seorang konsumen muslim yang qana’ah mendorong sikap adilnya, maka konsumsinya selalu terukur serta teranalisis dengan baik, baik itu untuk maslahah saat ini maupun masa yang akan datang.
Seorang konsumen muslim dikatakan memiliki dimensi ketulusan sosial manakala ia selalu sabar, berperasaan terhadap sesama makhluk serta peka terhadap lingkungan. Dikatakan memiliki dimensi rasional manakala bentuk pikiran serta tindakannya logis, terhitung, terukur, teranalisis dengan baik serta melalui penalaran yang tepat. Dikatakan memiliki dimensi kebahagiaan manakala dekat dengan Tuhan serta sesama makhluk, tenang jiwanya, puas jasmaninya serta mencintai keindahan.
Di bawah ini ialah beberapa karakteristik konsumsi dalam perspektif Ekonomi Islam, antara lain:15
1. Konsumsi bukanlah
aktivitas tanpa batas,
melainkan juga terbatasi
oleh sifat kehalalan
serta keharaman yang sudah digariskan oleh syara’. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al-Maidah ayat 87: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu haramkan apa-apa yang baik
14 Muhammad Muflih, Perilaku Konsumen Dalam Perspektif Ilmu Ekonomi Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm. 86-87
15 Bagoes Dhanardono dkk, Konsep Konsumsi serta Perilaku Konsumen
Dalam Ekonomi Islam,
UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2009, hlm. 3
yang sudah Allah halalkan
bagi kamu, serta janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang melampaui batas”.
2.
Konsumen yang rasional (mustahlik al-aqlani) senantiasa membelanjakan pendapatan pada berbagai jenis barang yang sesuai dengan kebutuhan jasmani maupun ruhaninya. Cara seperti ini
dapat mengantarkannya pada keseimbangan hidup yang memang menuntut keseimbangan kerja dari seluruh potensi yang ada, mengingat
terdapat sisi lain di luar sisi ekonomi yang juga butuh
untuk berkembang.
3. Menjaga
keseimbangan konsumsi dengan bergerak
antara ambang batas bawah serta ambang batas atas dari ruang gerak konsumsi yang diperbolehkan
dalam ekonomi Islam (mustawa al-kifayah).
Mustawa al- kifayah ialah ukuran, batas amupun ruang gerak yang tersedia bagi konsumen muslim untuk menjalankan aktivitas konsumsi. Dibawah
mustawa al-kifayah seseorang
akan terjerembab pada kebakhilan, kekikiran, kelaparan hingga berujung pada kematian. Sesertagkan jika di atas mustawa al-kifayah, seseorang akan terjerumus pada tingkat yang berlebih-lebihan (mustawa israf, tabzir serta taraf). Kedua tingkatan ini dilarang
di dalam Islam sebagaimana firman Allah QS. Al- Furqon ayat 67: “Serta orang-orang yang apabila membelanjakan (harta) mereka tidak berlebih-lebihan
serta tidak kikir, serta hendaklah (cara berbelanja seperti itu) ada
di tengah-tengah kalian”.
4.
Memperhatikan prioritas konsumsi antara dlaruriyat,
hajiyat serta takmiliyat. Dlaruriyat ialah komoditas yang mampu memenuhi
kebutuhan paling mendasar konsumen muslim, yakni menjaga
keberlangsungan agama (hifdz ad-din), jiwa (hifdz an-nafs), keturunan (hifdz an-nasl), hak kepemilikan serta kekayaan (hifdz al-mal) serta akal pikiran (hifdz al-aql). Sesertagkan hajiyat
ialah komoditas yang dapat
menghilangkan kesulitan serta juga relative
berdeda antar satu orang dengan lainnya, seperti luasnya tempat tinggal,
baiknya kendaraan serta sebagainya. Sesertagkan takmiliyat ialah
komoditas pelengkap yang dalam penggunaannya tidak boleh melebihi prioritas konsumsi di atas.16
Persepsi konsumen muslim berkaitan erat dengan kesadarannya yang subyektif mengenai realitas sehingga apa yang dilakukan seorang konsumen merupakan reaksi terhadap persepsi subyektifnya, bukan berdasarkan realitas yang obyektif. Jika seorang konsumen muslim berfikir mengenai realitas, itu bukanlah realitas yang sebenarnya melainkan merupakan perkiraannya mengenai realitas yang mempengaruhi tindakannya seperti keputusan untuk membeli.
C. Keputusan Pembelian
1.
Pengertian Keputusan
Pembelian
Schiffman serta Kanuk (1994) dalam bukunya Ujang Sumarwan mendefinisikan suatu keputusan sebagai pemilihan suatu tindakan dari dua pilihan atau lebih pilihan alternatif.17Berbagai keputusan selalu mensyaratkan banyak pilihan perilaku berbeda. Namun, harus disadari bahwa terkasertag konsumen mengambil banyak keputusan mengenai perilaku non-pembelian. Kasertag kala, berbagai pilihan non-pembelian tersebut dapat memengaruhi keputusan pembelian.
Pengambilan keputusan merupakan proses integrasi yang digunakan untuk mengombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternatif serta memilih satu diantaranya.18
Dapat disimpulkan bahwa keputusan pembelian ialah suatu tindakan yang dilakukan oleh konsumen untuk membeli sebuah produk. Keputusan pembelian merupakan proses pemilihan salah satu dari beberapa alternatif pilihan dengan tindak lanjut yang nyata. Sesudah itu konsumen dapat melakukan evaluasi pilihan serta kemudian menentukan sikap yang akan
16 Ibid, hlm. 5
17 Ujang Sumarwan,
Op. Cit, hlm. 289
18 J Paul Peter serta Jerry C. Olson, Perilaku Konsumen
serta Strategi Pemasaran, Edisi 9, Salemba
Empat, Jakarta, 2013, hlm. 163-164
diambil selanjutnya. Apakah akan melakukan pembelian ulang serta merekomendasikannya kepada keluarga, teman atau tidak.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan konsumen antara lain:19
a.
Pengaruh individu konsumen
Dalam diri individu konsumen, pilihan merek dipengaruhi oleh: kebutuhan konsumen, persepsi atas karakteristik merek serta sikap ke arah pilihan.
b.
Pengaruh lingkungan
Lingkungan pembelian konsumen ditunjukkan oleh: budaya, kelas sosial, grup tatap muka serta faktor penentu yang situasional.
c. Strategi pemasaran
Merupakan variabel di mana pemasar mengendalikan usahanya dalam memberi tahu serta mempengaruhi konsumen. Variabel tersebut ialah: barang, harga, periklanan serta distribusi.
Berdasarkan pemaparan di atas, ketiga faktor tersebut mendorong pilihan konsumen dalam memutuskan pembelian produk pakaian wanita muslim melalui media sosial Instagram. Jika salah satu anggota kelompok sosial melakukan pembelian kemudian menceritakan kepada anggota yang lain tentang spesifikasi produk meliputi kualitas maupun harga, maka besar kemungkinan anggota yang lain akan terpengaruh untuk melakukan pembelian.
3. Tipe Pengambilan Keputusan
Situasi pembelian tiap individu ialah beragam. Situasi pembelian yang berbeda akan menyebabkan konsumen tidak melakukan langkah atau tahapan pengambilan keputusan yang sama. Sebagaimana dalam bukunya Ujang Sumarwan, Schiffman serta Kanuk menyebutkan tiga tipe pengambilan keputusan konsumen, yaitu:20
19 Ekawati Rahayu Ningsih, Perilaku Konsumen
(Pengembangan Konsep serta Praktek Dalam Pemasaran), NORA MEDIA INTERPRISE, Kudus, 2010, hlm. 140
20 Ujang Sumarwan, Op. Cit,
hlm. 292-293
a.
Pemecahan masalah yang diperluas
Ketika konsumen tidak memiliki kriteria untuk mengevaluasi sebuah kategori produk atau merek tertentu pada kategori tersebut, atau tidak membatasi jumlah merek yang akan dipertimbangkan ke dalam jumlah yang mudah dievaluasi, maka proses pengambilan keputusannya bisa disebut sebagai pemecahan masalah yang diperluas. Pemecahan masalah diperluas biasanya dilakukan pada pembelian barang-barang mewah serta tahan lama seperti mobil, rumah, serta lain-lain.
b.
Pemecahan masalah yang terbatas
Pada tipe keputusan ini, konsumen sudah memiliki kriteria dasar untuk mengevaluasi kategori produk serta berbagai merek pada kategori tersebut. Namun konsumen belum memiliki preferensi tentang merek tertentu. Konsumen hanya membutuhkan tambahan informasi untuk bisa membedakan antara berbagai merek tersebut. Konsumen tipe ini menyederhanakan dalam proses pengambilan keputusannya. Hal ini disebabkan karena konsumen memiliki waktu serta sumber daya yang terbatas.
c.
Pemecahan masalah rutin
Konsumen sudah memiliki pengalaman terhadap produk yang akan dibelinya. Ia juga sudah memiliki standar untuk mengevaluasi merek. Konsumen seringkali hanya mereview apa yang sudah diketahuinya. Konsumen hanya membutuhkan sedikit informasi.
4.
Tahap-Tahap Proses Keputusan
Pembelian
a.
Pengenalan masalah
Proses pembelian dimulai saat pembeli mengenali sebuah masalah atau kebutuhan. Kebutuhan tersebut dapat dicetuskan oleh rangsangan internal atau eksternal.
b.
Pencarian informasi
Konsumen yang tergugah kebutuhannya akan terdorong untuk menggali informasi yang lebih banyak. Situasi pencarian informasi dibagi menjadi dua yakni: pertama, situasi pencarian informasi yang lebih ringan (perhatian yang menguat): pada tingkat ini seseorang hanya menjadi lebih peka terhadap informasi tentang produk, kedua, pencarian aktif informasi: menggali bahan bacaan, mengunjungi toko, serta lain-lain.
c. Evaluasi alternatif
Mengevaluasi serta menilai berbagai alternatif dalam arti kepercayaan menonjol mengenai berbagai konsekuensi relevan serta menggabungkan pengetahuan untuk membuat pilihan.
d. Keputusan pembelian
Dalam melaksanakan niat pembelian, konsumen dapat membuat lima sub keputusan pembelian: keputusan merek, keputusan pemasok, keputusan kuantitas, keputusan waktu, keputusan metode pembayaran.
e.
Perilaku pascapembelian
Sesudah membeli produk, konsumen akan mengalami level kepuasan atau ketidakpuasan.
1) Kepuasan pasca pembelian
Jika kinerja produk lebih rendah dari yang dirasakan, konsumen akan merasakan kekecewaan; jika ternyata sesuai harapan, konsumen akan puas; jika melebihi harapan, maka konsumen akan sangat puas. Perasaan-perasaan seperti itu akan membedakan apakah konsumen akan membeli kembali produk tersebut serta membicarakan hal-hal yang menguntungkan atau tidak menguntungkan tentang produk tersebut kepada orang lain.
2)
Tindakan pasca pembelian
Kepuasan atau ketidakpuasan konsumen terhadap suatu produk akan mempengaruhi perilaku selanjutnya. Jika konsumen puas, ia akan menunjukkan kemungkinan yang lebih tinggi untuk membeli kembali produk tersebut. Serta sebaliknya, jika konsumen merasa tidak puas,
maka mungkin konsumen akan membuang atau mengembalikan produk tersebut.
3) Pemakaian serta pembuangan pasca pembelian
Jika konsumen menyimpan produk itu ke dalam almari, mungkin produk tersebut tidak begitu memuaskan serta kabar dari mulut ke mulut tidak akan gencar. Jika konsumen membuang produk, pemasar harus mengetahui bagaimana mereka membuangnya.21
D. Produk
1.
Pengertian Produk
Produk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan produsen untuk diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan atau dikonsumsi pasar sebagai pemenuhan kebutuhan atau keinginan pasar yang bersangkutan.22
Menurut Philip Kotler, produk ialah apa saja yang dapat ditawarkan ke pasar untuk diperhatikan, diperoleh, digunakan atau dikonsumsi yang dapat memenuhi keinginan atau kebutuhan.23 Sesertagkan menurut Indriyo Gitosudarmo dalam bukunya manajemen pemasaran, produk ialah segala sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan manusia ataupun organisasi.24
Dari beberapa pemaparan di atas, dapat peneliti simpulkan bahwa produk merupakan sesuatu yang ditawarkan oleh produsen ke pasar dengan tujuan untuk memenuhi keinginan atau kebutuhan konsumen.
Untuk mengembangkan salah satu aspek pemasaran, yaitu produk perusahaan perlu memberi nilai tambah pada produk yang ditawarkan. Nilai tambah ini dapat diciptakan dari pengemasan yang menarik banyak keinginan konsumen untuk membeli suatu produk.
21 Philip Kotler, Op.
Cit, hlm. 204-210
22 Fandi Tjiptono, Strategi Pemasaran, Andi Offset, Yogyakarta, 1997, hlm. 95
23 Philip Kotler,
Manajemen Pemasaran, PT. Ikrar
Mandiri Abadi, Jakarta,
2002, hlm. 448
24Indriyo Gitosudarmo, Manajemen Pemasaran, BPFE Yogyakarta, 1994 hlm. 117
2. Tingkatan Produk
Suatu produk akan mempunyai level produk sebagai berikut:25
a.
Manfaat inti (core benefit) yaitu manfaat yang sesungguhnya dibeli konsumen.
b.
Produk dasar (basic
dasar), yaitu bentuk dasar suatu produk yang dapat dirasakan panca indra. Misalnya kamar hotel mencakup
tempat tidur, kamar
mandi, handuk, meja tulis serta lemari pakaian.
c.
Produk yang diharapkan (expected product), yaitu serangkaian atribut- atribut
produk serta kondisi
yang diharapkan oleh pembeli pada saat mereka membeli suatu produk. Misalnya,
seorang tamu hotel mengharapkan
tempat tidur yang bersih, handuk yang baik, lampu baca yang terang, tenang serta AC
dingin.
d.
Produk yang ditingkatkan (aughmented product), yaitu sesuatu yang membedakan antara produk yang ditawarkan oleh perusahaan dengan
produk yang ditawarkan oleh pesaing. Misalnya, TV dengan remotnya, bunga segar, check in cepat.
e.
Produk Potensial (potential product), yaitu mencakup semua kemungkinan
tambahan serta transformasi yang mungkin dialami produk atau penawaran di
masa depan.
E. Media sosial
Secara garis besar media sosial bisa dikatakan sebagai sebuah media online di mana para penggunanya (user) melalui aplikasi berbasis internet dapat berbagi, berpartisipasi, serta menciptakan konten berupa blog, wiki, forum, jejaring sosial, serta ruang dunia virtual yang disokong oleh teknologi multimedia yang kian canggih.26Internet, media sosial serta teknologi multimedia menjadi satu kesatuan yang sulit dipisahkan serta mendorong pada
25 Arman Hakim Nasution, dkk, Manajemen Pemasaran untuk Engineering, CV
Andi Offset, Yogyakarta, 2006, hlm. 117
26 Tim Pusat Humas Kementerian
Perdagangan Republik Indonesia, Panduan
Optimalisasi Media sosial Untuk Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, Tim Pusat Humas Kementerian Perdagangan Republik Indonesia,
Cetakan 1, Jakarta, 2014, hlm. 25
hal-hal baru. Saat ini media sosial yang paling banyak digunakan serta tumbuh pesat berupa jejaring sosial, blog serta wiki.
Berikut ini beberapa kelebihan media sosial dibandingkan media konvensional, antara lain:
1.
Cepat, ringkas, padat serta sederhana. Jika kita
lihat, setiap produksi media konvensional
membutuhkan keterampilan khusus, standar yang baku serta kemampuan marketing
yang unggul. Sebaliknya, media sosial begitu mudah digunakan
(user friendly), bahkan pengguna
tanpa basis pengetahuan Teknologi Informasi (TI) pun
dapat menggunakannya. Yang diperlukan hanya komputer, tablet,
smartphone, ditambah koneksi internet.
2.
Menciptakan hubungan lebih intens. Media-media konvensional hanya melakukan komunikasi satu arah. Untuk
mengatasi keterbatasan itu, media konvensional
mencoba membangun hubungan dengan model interaksi atau koneksi secara live melalui
telepon, sms atau Twitter. Sesertagkan media
sosial memberikan kesempatan yang lebih luas kepada user untuk
berinteraksi dengan mitra, pelanggan, serta relasi, serta membangun hubungan timbal balik secara langsung dengan mereka.
3.
Jangkauan luas serta global. Media-media konvensional memiliki daya jangkau
secara global, tetapi untuk menopang itu perlu biaya besar serta Kementerian Perdagangan RI membutuhkan
waktu lebih lama. Sesertagkan melalui
media sosial, siapa pun bisa mengkomunikasikan informasi secara cepat tanpa hambatan geografis. Pengguna
media sosial juga diberi peluang yang
besar untuk mendesain konten, sesuai dengan target serta keinginan ke lebih banyak
pengguna.
4.
Kendali serta terukur.
Dalam media sosial dengan sistem tracking yang tersedia, pengguna dapat mengendalikan serta mengukur efektivitas informasi yang diberikan melalui respons balik serta reaksi yang
muncul. Sesertagkan pada media-media
konvensional, masih membutuhkan waktu yang lama.27
27 Ibid, hlm. 112
Dari berbagai jenis media sosial yang ada, terkait dengan penelitian yang akan dilakukan, peneliti memilih media sosial Instagram. Berikut penjelasan Instagram yang peneliti kutip dari buku terbitan Tim Pusat Humas Kementerian Perdagangan RI.
Aplikasi Instagram hanya bisa dijalankan pada peranti mobile seperti smartphone. Aplikasi ini ialah jaringan sosial berbagi foto serta video seperti program-program lainnya. Hanya saja yang paling membedakan ialah tampilan foto Instagram memiliki ciri khas dengan bingkai persegi.
Instagram diciptakan oleh Kevin Systrom serta Mike Krieger serta diluncurkan pada Oktober 2010. Nama Instagram menurut Kevin serta Mike sebagaimana yang dikutip oleh Tim Humas Kementerian Perdagangan RI ialah gabungan dari “instant camera” serta “telegram”.28
Instagram kini dapat diinstal pada beragam sistem operasi telepon genggam, mulai dari App Store, Google Play serta Windows Phone Store. Dilansir dari Wikipedia.org sebagaimana yang dikutip oleh Tim Pusat Humas Kementerian Perdagangan RI, beberapa bulan sesudah diluncurkan, Instagram mampu meraih 1 juta pengguna pada Desember 2010. Jumlah ini terus meningkat hingga mencapai 5 juta user pada bulan Juni, kemudian mencapai 10 juta pada September 2011. Belakangan, Instagram mengklaim anggotanya sudah mencapai lebih dari 30 juta pada April 2012. Selain itu, Instagram juga mengumumkan setidaknya lebih dari 100 juta foto sudah diunggah dalam Picasa pada Juli 2011. Pada Mei 2012, Instagram mengklaim jumlah foto yang sudah diunggah sudah melampaui 1 miliar item. Kini Instagram mengaku sudah berhasil meraih pengguna mencapai lebih dari 100 juta akun pada April 2012. Melihat perkembangan yang cepat ini, Facebook kemudian mengakuisisi perusahaan ini dengan nilai mencapai US$1 miliar pada April 2012. Sementara itu, pertumbuhan Instagram terus melejit, mencapai 23% pada 2013 sesertagkan perusahaan induk, Facebook hanya mengalami pertumbuhan mencapai 3% saja.29
28 Ibid, hlm. 84
29Ibid, hlm. 85
F. Kerangka Berfikir
Kerangka berfikir merupakan landasan teori yang digunakan untuk acuan dalam memecahkan suatu masalah serta untuk menggali jawaban yang mendekati kebenaran. Dalam penelitian ini akan menelusuri hal-hal yang berkaitan dengan perilaku konsumen khususnya dalam melakukan keputusan pembelian produk pakaian wanita muslim di desa Kuryokalangan melalui media sosial Instagram .
Perilaku konsumen merupakan semua tindakan yang dilakukan oleh konsumen baik konsumen individu maupun organisasi mulai dari proses menggali, memilih, mendapatkan, mengkonsumsi, menghabiskan serta mengevaluasi produk barang atau jasa yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhannya. Sesertagkan keputusan pembelian dapat diartikan suatu tindakan yang dilakukan oleh konsumen untuk membeli sebuah produk. Keputusan pembelian merupakan proses pemilihan salah satu dari beberapa alternatif pilihan dengan tindak lanjut yang nyata.
Terjangkaunya harga berbagai jenis produk smartphone menyebabkan akses internet semakin mudah dijangkau. Sekarang internet bukan hanya sekedar dimanfaatkan untuk menunjang kebutuhan informasi namun juga dapat dijadikan untuk menunjang kebutuhan fisik yakni dijadikan sebagai media pembelian produk yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan mereka. Munculnya media sosial Instagram sebagai produk kemajuan teknologi serta informasi menjadikan media sosial ini mendapat tempat tersendiri di masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Ujang Sumarwan, Perilaku Konsumen, Ghalia Indonesia, Cet. 1, Edisi Kedua, Bogor, 2011,
Ristiayanti Prasetijo & John J.O.I Ihalauw, Perilaku Konsumen, ANDI, Yogyakarta, 2004,
Sertaang Sunyoto, Perikau Konsumen
(Panduan Riset Sederhana
Untuk Mengenali Konsumen), CAPS, Cet. 1, Yogyakarta, 2013,
Sofjan Assauri, Manajemen Pemasaran, Rajawali Pers, Jakarta,
2011,
Muhammad, Ekonomi Mikro (Dalam
Perspektif Islam), BPFE, Yogyakarta, 2005,
James F. Engel,
et. al, Perilaku Konsumen, Jilid. 1, Binarupa
Aksara, Jakarta, 1994
Philip Kotler, Manajemen Pemasaran, Jilid 1, PT. INDEKS, Jakarta,
2004, hlm.
Muhammad Muflih, Perilaku Konsumen Dalam Perspektif Ilmu Ekonomi Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006,
Bagoes Dhanardono dkk, Konsep Konsumsi serta Perilaku Konsumen
Dalam Ekonomi Islam, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta,
2009,
J Paul Peter serta Jerry C. Olson,
Perilaku Konsumen serta Strategi
Pemasaran, Edisi 9, Salemba Empat,
Jakarta, 2013,
Comments
Post a Comment